POPI Sang Ratu Narkotika

Tumbuhan popi merupakan tumbuhan sejenis bunga yang memiliki warna kombinasi ungu, putih dan merah  disaat mekar, pada fase sebelum mekar berbentuk buah kelopak bunga tebal dan sedikit keras, pada bagian batang dan dahan terdapat bulu-bulu halus. Tumbuhan popi termasuk kedalam jenis tumbuhan yang mengandung senyawa alkaloid, yaitu senyawa kimia yang memiliki fungsi untuk menurunkan serta menghilangkan kesadaran. Tumbuhan popi merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan alkaloid yang sangat tinggi dan senyawa ini hampir terdapat pada seluruh bagian tumbuhan, terutama pada putik bunga.

Tumbuhan popi tidak diketahui kapan pertama kali ditemukan, akan tetapi tumbuhan popi adalah tumbuhan pertama yang diketahui oleh manusia sebagai tumbuhan yang memilki efek halusinasi. Berdasarkan dari berbagai litelatur, tumbuhan popi banyak ditemukan di wiliyah Asia tengah sperti Iran, Pakistan, Afganistan, Turkmenistan, India, Uzbekistan dan lain sebagainya, terutama pada wilayah Iran, Pakistan dan Afganistan, ketiga wilayah ini menjadi wilayah penghasil bunga popi terbesar di dunia selain wilayah segitiga emas.

Perkembangan perkebunan popi di wilayah Iran pada saat pemerintahan Syah Reza Fahlepi raja Iran sebelum revolusi, cukup luas dan signifikan, akan tetapi semenjak meletusnya revolusi Islam Iran dan ditemukannya cadangan minyak dan gas, perkebunan popi di musnahkan dan dilarang oleh undang-undang negara, begitupula dengan Pakistan. Adapun untuk Afganistan sebuah negara yang belum pernah mencapai kemerdekaan mutlaq, tercatat semenjak memisahkan diri dari Turki. Afganistan di Infansi oleh Uni Soviet selama puluhan tahun dan berhasil mengalahkan Uni Soviet tahun 1996 dan memproklamasikan kemerdekaan dengan sistem pemerintahan Emirats (Amir) Islamiyah Afganistan, pemerintahan ini bertahan sampai tahun 2001, hingga Afganistan kembali dijajah oleh Amerika Serikat dan membubarkan Emirats, kemudian US membentuk pemerintahan Afganistan versi mereka, dengan menunjuk Asyraf Gani sebagai Presiden oleh Amerika, akan tetapi pemerintahan ini  merupakan pemerintahan yang tunduk dan mengikuti segala kemauan Amerika.

Kemuadian Amerika mendorong masyarakat dan pemerintah Afganistan untuk menanam bunga popi, alhasil Afganistan menjadi negara penghasil bunga popi tebesar didunia, dan mayoritas penghasilan masyarakat dari hasil penjualan bunga popi dan narkoba. Kerusakan moral masyarakatpun akhirnya tidak terbendung lagi akibat dari peredaran narkoba yang tidak terkandali sehingga menimbulkan tabiaat buruk dilingkungan masyarakat, keadaan buruk inipun berlangsung kurang lebih selama 20 tahun. Para petinggi Emirats/Thaliban yang menyaksikan kehancuran moral masyarakat pada akhirnya memunculkan kembali semangat juang mereka untuk memperbaiki keadaan negara, dan pada akhirnya menyatukan dan membentuk kembali militan untuk menggulingkan kekuasaan Amerika, dan perjuangan rakyat inipun berhasil tepat pada tahun 2021 Amerika mengumumkan kekalahannya atas Emirats/Thaliban dan hal ini pun menjadi akhir masa hidupnya bunga popi di Afganistan, tepatnya pada tahun 2023 seluruh perkebunan dan tanaman popi di musnahkan di Afganistan dan membuat aturan yang sangat tegas terhadap pelarangan penanam, penggunaan bunga popi, dan bagi pelanggarnya akan dikenakan sangsi yang sangat berat. Dari peristiwa inilah akhir dari bunga popi yang semula Afganistan menjadi negara penghasil bunga popi terbasar dudunia hingga menjadi ziro pengahasil bunga popi, dan keadaan ini, menjadikan wiliyah golden triangle kembali menduduki puncak penghasil bunga popi didunia yang beberapa dekade berhasil di geser oleh Afganistan.

Bunga popi hampir diseluruh bagiannya mengandung senyawa alkaloid, dengan cara mengunyah batang dan daunnya saja bisa menimbulkan efek halusinasi, akan tetapi bagian yang paling tinggi kandungan zat alkaloidnya terdapat pada bagian putik bunga, yaitu bagian bunga yang masih berbentuk  buah sebelum proses pemekeran bunga.

 Adapun cara petani mengeluarkan zat alkaloidnya, yaitu dengan cara menbuat goresan-goresan kecil mengunnakan silet atau pisau pada bagian luar putik bunga, sehingga goresan tersebut akan mengeluarkan getah berwarna putih, kemudian ditinggalkan beberapa hari sampai getah tersebut mengeras dan berubah warna menjadi kecoklatan.

 Kemudian getah ini dipanen dengan cara mengikis getah yang sudah mengeras menggunakan pisau dan ditampung dalam sebuah wadah,  ini lah yang disebut dengan opium yaitu zat alkaloid opium atau papaver somniferitum Lennen. Hasil panen ini dikumpulkan dan dijual seharga Rp. 2.000.000/Kg, (namun nominal harga ini hanya perkiraan para ahli dari berbagai riset, akan tetapi harga asli di pasar gelap belum diketahui secara pasti), dan terkadang masyarakat Afganistan ketika itu langsung mengkonsumsinya dengan cara memasak getah tersebut, dengan meletakkan opium diatas flat besi dan disangrai dengan api sehingga berubah menjadi cairan kental dan ini lah yang biasa masyarakat Afganistan lakukan pada era Asyraf Gani dan Amerika. Masa kelam inipun berakhir semenjak Emirats berkuasa kembali dengan menangkap habis pengguna, petani nakal, serta pecandu opium melarikan diri kenegara lain karena tidak sanggup hidup tanpa narkoba. Waspadalah NKRI ku tercinta dalam menerima imigran !.

Pembaca budiman, akhir kelam kisah cinta romantis opium dengan Asia tengah berakhir tragis, lantas bagaimana kelanjutan hidup sikembang nan menyakitkan ini (popi).  Perjalanan popipun dilanjutkan dengan mengelilingi dunia dan pada akhirnya popi kembali kemantan pacarnya yang lama yaitu golden triangle setelah berpisah dengan golden crescent.

Salah satu negara golden triangle pada tahun 2023 yaitu Myanmar, meningkatkan budidaya tanaman popinya, lantas hal ini akan kembali meningkatkan produksi narkoba dunia, pembaca yang budiman  sekedar mengingatkan kembali golden triangle terdiri dari tiga negara yaitu Myanmar, Thailand dan Laos. Mungkin untuk orang yang tinggal di benua Eropa, Afrika, Amerika, Antartika, akan sedikit asing dengan tiga negara ini, akan tetapi bagi Nusantara tiga negara ini bukan orang lain, bukan orag asing, melainkan tetangga sendiri. Hampir setiap tahun kita berinteraksi dengan tiga negara ini terutama dengan negeri gajah putih, mulai dari perhelatan olahraga, turis, pelajar ataupun kerjasama bisnis. Nusantara dan ketiga negera ini saling bernaung dan terikat dalam panji ASEAN, artinya kalau kita tarik dalam logika, orang yang berteduh dalam satu payung sedikit mustahil apabila tidak saling bersentuhan, umpamanya tentangga kita masak terasi, sedikit banyaknya kita akan tercium aromanya. Maka begitupula dengan pengaruh narkoba di Nusantara tidak bisa lepas dari pengaruh tetangga, wasapadalah…! Tetangga adalah maut.

Bunga popi mengahasilkan getah, dan getah inilah yang disebut dengan opium/candu, kemudian oleh seorang apoteker yang bernama Friedrich Wilhelim Surtuner mencampurkan opium dengan amoniak kemudian reaksi kedua senyawa ini menghasilkan senyawa morfin, dan kemuadian C.R Wrigt bereksperimen dengan memanaskan morfin sehingga menghasilkan senyawa baru yaitu heroin termasuk jicing dan jicingko. 

Asas Legalitas

Definisi Asas Legalitas



Asas legalitas tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP[1]. Kalau kata-katanya yang asli dalam bahasa Belanda disalin ke dalam bahasa Indonesia kata demi kata, maka akan berbunyi:

 "Tiada suatu perbuatan (feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang mendahuluinya".

       Perlu pula diperhatikan bahwa dengan istilah feit itu disalin orang juga dengan kata "peristiwa", karena dengan istilah feit itu meliputi baik perbuatan yang melanggar sesuatu yang dilarang oleh hukum pidana maupun mengabaikan sesuatu yang diharuskan.[2]
       Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Menurut Hazewinkel-Suringa, jika suatu perbuatan (feit) yang mencocoki rumusan delik yang dilakukan sebelum berlakunya ketentuan yang bersangkutan, maka bukan saja hal itu tidak dapat dituntut tetapi untuk orang yang bersangkutan sama sekali tidak dapat dipidana.
       Asas legalitas yang tercantum di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dirumuskan di dalam bahasa Latin: "Nulum delictum nulla poena sine praevia legi poenali" yang dapat disalin ke dalam bahasa Indonesia kata demi kata dengan: "Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya"[3]. Sering juga dipakai istilah Latin: "Nullum crimen sine lege stricta", yang dapat disalin kata demi kata pula dengan "Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas". Hazewinkel-Suringa memakai kata-kata dalam bahasa Belanda "Geen delict, geen straf voorafgaande strafbepaling" untuk rumusan yang pertama dan "Geen delict zonder een precieze wettelijke bepaling" untuk rumusan yang kedua.[4]
       Ketentuan seperti ini telah dimasukkan ke dalam Code Penal (KUHP) Prancis yang mulai berlaku 1 Maret 1994 yang menetapkan: "La loi penale es d interpretation stricte" (hukum pidana harus ditafsirkan secara ketat/strict). Ada dua hal yang dapat ditarik sebagai kesimpulan dari rumusan tersebut:

1. Jika sesuatu perbuatan yang dilarang atau pengabaian sesuatu yang diharuskan dan diancam dengan pidana, maka perbuatan atau pengabaian tersebut harus tercantum dalam undang-undang pidana.

2.  Ketentuan tersebut tidak boleh berlaku surut, dengan satu kekecualian Bayan Buy Dyang tercantum di dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP.[5]

            Moeljatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian:

1.  Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang- undang.

2.     Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas).

3.      Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.[6]

            Menurut pendapat L. Dupont (Beginselen van behoorlijke strafrechtbedeling), peran asas legalitas berkaitan dengan seluruh perundang-undangan sebagai aspek instrumental perlindungan. konser Penerajte.
            Lebih lanjut Cleiren & Nijboer et al., mengatakan hukum pidana itu adalah hukum tertulis. Tidak seorang pun dapat dipidana berdasarkan hukum kebiasaan. Hukum kebiasaan tidak menciptakan hal dapat dipidana (strafbaarheid). Asas legalitas katanya berarti:

1.     Tidak ada ketentuan yang samar-samar (maksudnya bersifat karet).

2.     Tidak ada hukum kebiasaan (lex scripta).

3.     Tidak ada analogi (penafsiran ekstensif, dia hanya menerima penafsiran teologis).[7]

            Asas ini tercantum juga di dalam hukum acara pidana (Pasal 3 KUHP/ Pasal 1 RKUHAP) yang mirip dengan Pasal 1 Strafvordering (KUHAP) Belanda yang berbunyi: "Strafvordering heeft alleen plaats op de wijze, bij de wet voorzien" (hukum acara pidana dijalankan hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang). Dengan demikian, asas legalitas dalam hukum acara pidana lebih ketat daripada dalam hukum pidana materiel, karena istilah dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP (sama dengan Belanda) ketentuan perundang-undangan" (wettelijk strafhepaling) sedangkan dalam hukum acara pidana disebut undang-undang pidana. Jadi, suatu peraturan yang lebih rendah seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah dapat menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tetapi tidak boleh membuat aturan acara pidana. Menurut Wirjono Prodjodikoro bahwa sanksi pidana hanya dapat ditentukan dengan Undang-Undang dan ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.[8]

            Menurut Duisterwimkel et al. jika ada perubahan perundang- undangan hukum acara pidana setelah perbuatan dilakukan, maka yang diterapkan ialah undang-undang yang berlaku pada saat perbuatan dilakukan (die geldt ten tijde van zijn handelen)"). Memang hukum acara pidana tidak mempunyai ketentuan seperti Pasal 1 ayat (2) KUHP (Jika ada perubahan perundang-undangan setelah perbuatan dilakukan maka yang diterapkan ialah ketentuan yang paling menguntungkan terdakwa). [9]

            Akan tetapi Nico Keijzer berpendapat lain daripada D.Duisteerwinkel et al., jika ada perubahan perundang-undangan hukum acara, misalnya, dalam undang-undang baru ditentukan deoxyribonucloid acid (DNA) adalah alat bukti, maka seseorang yang melakukan perbuatan semasa deoxyribonucloid acid (DNA)  belum menjadi alat bukti dapat dipidana dengan alat bukti deoxyribonucloid acid (DNA). Alasan Nico Keijzer dan D.Schaffmeister, hukum acara pidana tidak mengatur hukum transitoir (jika ada perubahan perundang- undangan yang diterapkan yang paling menguntungkan terdakwa.) sebagaimana hukum pidana materiel.

            Menurut Hazewinkel-Suringa, pemikiran seperti terkandung dalam rumusan tersebut ditemukan juga dalam ajaran Montesque mengenai ajaran pemisahan kekuasaan, bukan hakim yang menyebutkan apa yang dapat dipidana. Pembuat undang-undang menciptakan hukum. Pembuat undang-undang tidak saja menetapkan norma tetapi juga harus diumumkan sebelum perbuatan. Menurut Cleiren & Nijboer et al., asas legalitas berarti tidak ada kejahatan tanpa undang-undang, tidak ada pidana tanpa undang-undang. Hanya undang-undang yang menentukan apa yang dapat dipidana, hanya undang-undang yang menentukan pidana yang mana dan dalam keadaan apa pidana dapat diterapkan. Asas legalitas untuk melindungi hak-hak warga negara dari kesewenang-wenangan penguasa di samping wewenang pemerintah untuk menjatuhkan pidana, termasuk juga untuk melundungi hak asasi manusia.[10]


Oleh: MAAS SOBIRIN, SH., MH

                [1] Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hlm, 3

                [2] Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), hlm, 39

                [3] Ismu Gunadi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm, 19

                [4] Op Cit, hlm, 40

                [5] Op Cit, hlm, 40

 

                [6] Op Cit, hlm, 40

                [7] Op Cit, hlm, 41

                [8] Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hlm, 61

                [9] Op Cit, hlm, 42

                [10] Munir Fuady, Hak Asasi Tersangka Pidana, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm, 100